Hikmah Work From Home: Berhasil Menyapih Anak Secara Alami - Marlina

Hikmah Work From Home: Berhasil Menyapih Anak Secara Alami

18.00

Work From Home

Sudah hampir tiga minggu saya 'Working From Home' alias kerja dari rumah. Dengan adanya wabah virus corona ini membuat saya menyadari penuh bahwa bekerja dari rumah bagi seorang ibu bekerja bukanlah hal yang mudah. Setiap pagi, lebih dari sepuluh kali, anak saya Arsa Bhiru, memanggil saya dengan sebutan Mama. Jumlah itu bisa meningkat dua hingga tiga kali lipat ketika Arsa sedang mencari perhatian, rewel karena ngantuk, bosan bermain atau menonton kartun sendirian, atau sedang tidak enak badan. Dan di saat itu juga membuat saya rindu bekerja di kantor.

Jujur, beberapa bulan belakangan saya tak pernah serindu ini dengan kantor karena lebih banyak saya lalui dengan sambat. Sambat lelah dan ingin di rumah saja, tidak bekerja, 24 jam bersama Arsa, tidak menyunting puluhan artikel sambil marah-marah ke reporter dan efeknya bisa saja membuat saya terlihat cepat tua setiap harinya. Oh tidak! Sungguh saya ingin hidup dengan lebih banyak rebahan di rumah saja. Atau setidaknya ingin libur beberapa bulan tidak memikirkan pekerjaan dan benar-benar memanfaatkan waktu 24 jam untuk keluarga yang selama ini hampir sepenuhnya saya dedikasikan untuk bekerja bagai kuda. Tapi kenyataan yang ada tidak semudah itu, memangnya saya Nia Ramadhani, memangnya dana darurat dan dana pendidikan sudah aman, memangnya betah beberapa hari nggak kerja dan di rumah aja?

Dan, mewabahlah virus corona atau Covid-19. Seakan menjadi 'jawaban' atas keinginan dan sambatan saya di atas. Membuat saya mau tak mau harus merasakan bagaimana nikmatnya bekerja dari rumah. Ternyata baru jalan beberapa hari saja sudah membuat saya meninjau ulang apa yang seharusnya saya syukuri kemudian hari, apa yang saya dan keluarga butuhkan, dan yang terpenting apa yang Tuhan inginkan, terlebih selama pandemi corona yang entah sampai kapan harus dihadapi.

Sambil terus menerima apa yang ada di depan mata dan memahami apa yang Tuhan inginkan, setidaknya ada satu hal yang harus saya syukuri yakni saya memiliki privilese untuk bisa bekerja di rumah. Sementara banyak perempuan di luar sana yang kesulitan untuk mengakses kemewahan tersebut. Namun, di sisi lain saya tetap merasa cemas dan khawatir. Terbukti, di hari-hari pertama saya menjalani 'working from home' sudah dipenuhi dengan perasaan marah-marah. Harus bisa membagi konsentrasi antara peran domestik yang melekat dan urusan pekerjaan kantor yang tidak bisa diganggu gugat. 

Belum lagi tantangan ibu bekerja di tengah wabah virus corona ini adalah diliburkannya sekolah anak dan adanya anjuran untuk tidak berkunjung ke sanak-keluarga yang membuat suasana makin pelik. Jika biasanya saat Arsa sekolah, setidaknya saya masih ada waktu untuk melakukan sejumlah hal, termasuk me time. Makanya, tempat penitipan menjadi alternatif berbagi peran tapi untuk saat ini tidak mungkin bisa dilakukan. Namun, saya tak sendirian, saya yakin ada ibu-ibu di luar sana yang merasakan demikian, bahkan mungkin jauh lebih berat tantangan yang harus dilalui.

Ya, saya nggak sendirian. Kita lagi sama-sama waspada dan harapannya sama-sama saling menjaga. Kita lagi sama-sama khawatir bahkan takut saat menghadapi pandemi corona yang penuh ketidakpastian ini. Tapi tentu kita harus sama-sama berharap, Tuhan akan menguatkan kita agar bisa melewati masa sulit ini dengan penuh keyakinan bahwa Dia juga menawarkan kebaikan. Lebih dalam, makna yang tersimpan di balik pandemi corona ini yang tentu setiap orang merasakan dan menyikapinya dengan cara berbeda. Biasa kita menyebutnya dengan kata, hikmah...

Dan, kali ini saya ingin berbagi salah satu hikmah yang saya rasakan ketika saya bekerja dari rumah saat pandemi corona. Hikmah dari seorang working mom yang memiliki anak berusia 2 tahun, yang tentu di usianya ini ada banyak hal baru yang harus diajarkan, mulai dari menyapih hingga toilet training. Saya memilih untuk menjelaskan pada Arsa secara perlahan, harapannya satu pencapaian terselesaikan baru beralih ke pencapaian lainnya. Dan salah satu pencapaian yang ingin segera saya selesaikan bersama Arsa adalah bisa membuatnya berhenti menyusu.

Tapi saya akui, sejak Arsa berusia tepat 2 tahun, Februari lalu, saya masih maju mundur untuk menyapihnya. Nggak tega dan kasihan jadi alasan utama. Waktu itu Arsa juga sempat demam di awal bulan Maret, jadi saya urungkan lagi niat untuk menyapihnya. Hingga kemudian di pertengahan Maret perusahaan tempat saya bekerja membuat kebijakan Work From Home dan itu artinya 24 jam akan saya habiskan di rumah. Pikir saya waktu itu, WFH ini jadi momen penting untuk menguatkan bonding saya dengan Arsa. Saya belum terpikirkan untuk bisa berhasil menyapihnya. Nggak mau ngoyo dan saya nggak mau berpikir terlalu dalam karena kondisi fisik dan mental juga harus dijaga biar tetap waras.

Sampai pada suatu hari, secara alami, Arsa mau mendengarkan apa yang saya inginkan, yaitu menyapihnya. Tentu ini tidak bisa berhasil dalam satu hari saja. Saya memang sudah mulai sounding untuk Arsa berhenti menyusui sejak beberapa bulan belakangan. Saya sudah mulai menerapkan beberapa cara yang saya yakini akan Arsa mengerti. Apa saja cara yang saya lakukan, berikut saya coba bagikan tipsnya ya:

1. Mengurangi sesi menyusui dalam satu waktu

Beberapa minggu sebelum usia Arsa 2 tahun, saya sudah mengurangi satu hingga dua sesi menyusui setiap harinya dalam satu waktu. Pengurangan ini saya lakukan secara bertahap, jadi nggak tiba-tiba langsung stop menyusui karena takutnya produksi ASI jadi berantakan atau malah bikin payudara membengkak.

Cara ini bisa dilakukan dengan menawarkan sesuatu yang lain untuk menggantikan sesi menyusui. Sebagai contoh, saya mencoba mengurangi sesi menyusui di pagi hari ketika bangun tidur dan memilih untuk menawarkan Arsa dengan minum air putih atau minum jus. Awalnya sih Arsa selalu menolak, karena ya namanya baru bangun tidur biasanya anak maunya minum susu langsung dari 'pabriknya' sekaligus manja-manja sama saya. Tapi karena setiap hari saya coba sounding dan jelaskan, lama-lama terbiasa, dan sekarang malah lebih senang minum jus karena ada pengalaman bermain dengan buah dan blender.

2. Mengalihkan perhatian

Cara ini biasanya saya lakukan saat siang/malam hari. Ketika Arsa ingin menyusu, saya tawarkan dan alihkan perhatiannya pada sesuatu yang ia suka. Misalnya bermain mobil-mobilan, melihat kucing atau ikan, jalan-jalan di samping rumah. Lebih bagusnya sih cara ini dilakukan sebelum anak meminta menyusu ya, jadi biar nggak inget kalau sudah memasuki waktunya menyusu.

3. Jangan menolak jika anak minta menyusu

Cara ini saya peroleh ketika membaca dari berbagai artikel parenting. Metode paling alami dan lembut yang bisa dilakukan untuk menyapih anak ya jangan menolak ketika anak minta menyusu tapi juga jangan menawarkan. Menyusui anak benar-benar dilakukan sesuai kebutuhan dan emosinya saja. Tapi cara ini katanya sih terbilang lama dan menurut saya juga harus disesuaikan dengan karakter anaknya seperti apa. Biarkan naluri seorang ibu yang nantinya akan bekerja, kapan harus menyusui kapan harus berhenti.

Dan pada akhirnya, menurut saya, keberhasilan menyapih tidak hanya ada di tangan sang ibu tapi juga anak. Orang lain, termasuk keluarga hanya memberikan pendapat, keputusan menyapih mau berapa lama pakai metode apa, sepenuhnya menjadi hak ibu dan anak. Sisanya percaya pada naluri dan tentu saja dilakukan penuh cinta dan tujuan kebaikan bersama.

BACA JUGA: Arsa Lulus Toilet Training

Kalau, bunda-bunda gimana nih, Work From Home ada cerita apa? Hikmahnya apa aja? Apapun itu, semoga kita terus dilimpahkan Tuhan kesehatan dan kebahagiaan. Aamiin.

Work From Home







You Might Also Like

0 comments

BRILIO.NET

LATEST VIDEOS

Perempuan Punya Karya

Perempuan Punya Karya