Gap Year Stories: Kejutan Tak terduga dan Pelajaran Hidup Selama Menjalaninya
19.00Halo, kalian apa kabar? Kita udah lama banget nggak bersua lewat dunia maya. Hampir dua tahun, ya? Huaaaaa! Aku yakin banyak hal yang terjadi di hari-hari kalian. Apakah sepenuhnya mengecewakan? Atau malah sebaliknya?
Pada awal tahun 2023, salah satu kejadian yang ku alami adalah aku memilih untuk carrer break dan menjalani gap year. Ini jadi keputusan yang tak hanya mengejutkan banyak orang, tapi juga jadi awal kejutan-kejutan dalam hidupku setelahnya. Kalau ditarik ke belakang, rasanya campur aduk memang. Ketika itu, ingin sekali aku bagikan lewat tulisan. Tapi aku urungkan, karena sampai hari ini ada momen-momen yang masih dalam proses penerimaan. Dan, terkadang ketika mengalami hari yang mengejutkan lalu dihadapkan bahkan dipertemukan dengan kehidupan orang lain yang jauh menyedihkan, rasanya seperti dipukpuk karena terkadang kita butuh satu momen melihat hidup orang lebih mengejutkan, untuk berterima kasih pada Tuhan dan meyakini bahwa hidup kita akan baik-baik saja ke depan.
Dan ya, berkat kuasa Sang Maha hari-hari dengan segala kejutannya pun terlewati juga sampai hari ini.
Penggunaan kata "gap year" sering digunakan untuk menggambarkan kondisi seseorang yang memutuskan rehat dari pendidikan formal. Atau kamu bisa juga membayangkan fresh graduate yang menjelajahi dunia dengan backpacking sebelum melanjutkan kulliah atau meniti jenjang karier. Namun, mahasiswa bukan satu-satunya yang bisa mendapatkan manfaat sekaligus pengalaman untuk mengeksplorasi diri.
It doesn’t matter how old you are, a year off for self-exploration is always worth it.
Itulah sebabya semakin banyak perempuan di atas usia 40 tahun yang mundur dari karier yang sukses untuk memfokuskan kembali pada tujuan mereka. Dan ya, dalam konteks ceritaku, 'gap year' diartikan sebagai jeda dari pekerjaan/profesi tertentu. Meski usiaku masih kepala tiga dan karierku juga biasa-biasa aja, tapi cukup ku cintai pada masanya.
Kini, sudah hampir dua tahun aku mengambil jeda/istirahat dari pekerjaanku sebagai jurnalis dengan memutuskan resign. Juga sampai hari ini masih ada beberapa teman-teman yang mempertanyakan alasanku istirahat dan menjalani gap year.
Untuk hari ini, aku baru siap membagikan untuk alasan-alasan berikut ini:
- Jenuh dengan pekerjaan sebagai jurnalis yang sudah ku lakoni selama 8 tahun. Ada momen aku merasa sudah tidak ada 'sparks' lagi, ditambah dengan kebutuhan perusahaan dan industri media yang sudah di luar kendali dan tidak sejalan dengan prinsipku dalam bekerja dan berkarya.
- Kondisi kesehatan. Ini kaitannya dengan cedera otot yang pernah aku alami beberapa tahun belakangan.
- Ingin eksplorasi dan memperkaya diri dengan pengalaman dan lingkungan baru.
- Tidak ingin kehilangan golden moment dalam mendampingi tumbuh kembang anakku setiap hari, sambil fokus merawat keluarga inti, dan berkarya pada hal-hal yang ingin ku lakukan atau sering orang-orang percayakan padaku.
Sisanya, sampai hari ini pun ada alasan-alasan yang terkadang masih bermunculan. Oh, ternyata ini hikmahnya. Tapi satu kesimpulan, aku nggak menyesal sama sekali menjalani gap year. Bagiku, ini adalah seni hidup untuk kembali mempertanyakan pada diri sendiri apa yang membuatku merasa hidup? Untuk apa aku hidup? Ini juga jadi momen untuk lebih menghargai dan mensyukuri momen-momen sederhana dalam hidupku dan kendaliku.
Banyak kejutan yang terjadi dalam hitungan detik, yang bahkan aku sendiri belum sempat mencernanya dengan baik. Tapi ada beberapa hal yang dalam proses perjalanan ini mulai aku terima sebagai pelajaran hidup:
1. Jangan lupakan atasan pertamamu.
Karena dia yang pertama kali percaya kalau kamu punya potensi. Dia pula yang pertama kali memberimu kesempatan. Prinsip ini selalu aku pegang setiap kali bekerja sama dengan seseorang atau menjadi karyawan sebuah perusahaan. Tetap berbuat baik meski sudah tidak berkarya bersama lagi. Bagiku, kebaikan adalah mata uang yang tak ternilai dan tidak pernah habis, dan akan kembali ke diri kita sewaktu-waktu.
2. Kumpulkan keberanian untuk memaafkan.
Orang-orang yang kita percaya, orang yang kita anggap sebagai keluarga, orang-orang yang menusuk kita dari belakang dan tetap hidup bahagia. Ampuni mereka. Bukan demi mereka, melainkan demi diri kita sendiri. Supaya kita bisa bebas. Supaya kita bisa bahagia dan bisa melanjutkan hidup. Iya, tidak semudah itu. Ada hari-hari rasanya jengkel sekali dan kemarahan bertubi-tubi. Tapi biarkanlah perasaan-perasaan itu muncul ke permukaan dan kumpulkan keberanian untuk mengampuni.
3. Fokus dengan pertumbuhan diri.
Meski kini sudah tidak aktif lagi bercerita melalui blog, aku mencoba untuk rutin berbagi di media sosial dan menjalin networking di komunitas-komunitas yang bisa membantuku untuk pertumbuhan diri. Dan setiap kali ingin melakukannya, aku cukup fokus pada nilai-nilai atau manfaat apa yang bisa aku bagikan. Atau siapa orang-orang yang bisa aku bantu lewat tenagaku, pikiranku, atau bahkan tulisan-tulisanku?
4. Lepaskan hal-hal di luar kendali.
Ini salah satu keterampilan yang benar-benar jadi PR terberat selama menjalani gap year. Karena selama ini aku sering menghabiskan banyak energi pada hal-hal yang di luar kendali. Juga menghabiskan banyak waktu pada ketakutan akan pendapat orang lain. Makin hari, makin ke sini, aku jadi lebih terlatih untuk tidak peduli atau meninggalkan hal-hal yang nggak penting dalam hidupku, atau bukannya memperkaya diriku malah mempersulit? Let them!
5. Senang sekali dihargai dan berkarya versi diri sendiri.
Ada satu, dua, tiga momen yang membuatku semakin yakin akan keputusanku untuk menjalani gap year. Meski momen ini masih dalam hitungan jari, tapi jika diingat-ingat lagi kumpulan momen ini terasa menyenangkan sekali. Meski hari-hari belakangan, aku tidak melekat pada suatu pekerjaan atau perusahaan, tapi hidup rasanya lebih bermakna saat aku bisa berkarya dan berkontribusi menjadi diriku sendiri. Untuk membukakan jalan pada orang-orang yang membutuhkan bantuanku, untuk mempertemukan dan dipertemukan dengan orang-orang yang saling berbagi lewat potensi masing-masing.
Last but not least, kini aku punya perspektif baru tentang hal-hal dalam hidupku yang lebih berharga dari jabatan atau pekerjaan. Adalah kesehatan, keluarga, persahabatan, hingga komunitas dan kreativitas. Dan aku jadi punya pemahaman untuk mengkurasi dan menavigasi ulang arah hidup.
Dan, ya, here I am, belum menyerah dan rasanya senang sekali bisa menulis seperti ini. Ringan untuk sekadar mengobati rindu akan ruang yang pernah menghidupi dan memberikanku hidup. Semoga berkenan dan bisa jadi penguatan untukmu yang akan atau sedang menjalani gap year dengan segala kejutannya.
0 comments